Entri Populer

Sabtu, 08 November 2014

Supply & Demand Penyumbang Krisis Finansial Global 2008

Krisis global pada tahun 2008 telah membuat efek domino yang cepat ke berbagai negara di dunia. Diawali dengan adanya “subprime mortgage” di Amerika Serikat, kemudian menular ke negara-negara yang mempercayakan investasinya pada sang adidaya. Pemberian kredit lunak perumahan  bagi masyarakat Amerika yang tidak memiliki penghasilan tetap dan di bawah rata-rata ini menjadi puncak terjadinya krisis ekonomi dunia. Lehman Brothers yang merupakan perusahaan investasi raksasa mengalami kebangkrutan pada 15 September 2008.

Kemudahan syarat dalam mengambil kredit perumahan ini meningkatkan minat masyarakat untuk membeli rumah dengan KPR. Banyaknya permintaan kredit ini juga disebabkan adanya suku bunga rendah yang ditetapkan untuk masa kredit satu sampai tiga tahun. Setelah tiga tahun, suku bunga berubah dan pada umumnya meningkat. Institusi keuangan Amerika tergiur dengan ekspektasi pendapatan yang tinggi dan berlomba-lomba dalam menawarkan produk KPR. Makin maraknya permintaan kepemilikian rumah ini membuat institusi keuangan mencari cara dalam memenuhi keinginan pasar. Mereka mulai membuat surat utang dengan jaminan rumah yang sama untuk mendapatkan dana tambahan dalam memperluas bisnis properti. Surat utang ini kemudian dijual kepada institusi penjamin kredit (Fannie Mae dan Freddie Mac). Institusi penjamin ini kemudian membuat instrumen berupa Mortgage Backed Securities untuk kemudian dijual di bursa saham Wall Street. Instrumen ini pun memiliki derivatif berupa Collateralized Debt Obligation (CDO). Siklus ini pun terjadi berulang-ulang. Dengan diluncurkannya instrumen derivatif ini, mengalirlah arus investasi dana dalam jumlah besar ke Amerika Serikat.
Pada mulanya, suku bunga yang rendah memungkinkan debitor untuk membayar kreditnya. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, Bank Sentral AS yakni The Fed kemudian meningkatkan suku bunga kredit dari 1% pada Mei 2004 menjadi 5.25% pada Juni 2006. Kenaikan ini menyebabkan para debitor tidak lagi mampu membayar tunggakan dan mengakibatkan banyaknya perumahan yang dilelang karena gagal bayar. Pengembang properti yang terlanjur memperluas usahanya mengalami kekurangan demand karena suku bunga yang tinggi. Akhirnya harga properti menjadi rendah. Adanya siklus penjualan instrumen keuangan yang berulang mengakibatkan berbagai institusi keuangan mengalami kerugian.

Pada krisis keuangan global ini dapat terlihat bahwa adanya ketidakhati-hatian institusi keuangan dalam menyalurkan kreditnya. Hal yang mendasar dari pemberian kredit oleh lembaga keuangan adalah “prudence” yang secara sadar maupun tidak sadar telah diabaikan demi meraih keuntungan dan pertumbuhan perekonomian. Ekspektasi pendapatan yang tinggi menyebabkan aspek-aspek penting lainnya lalai dari perhatian.

Penawaran kredit yang menggiurkan menarik masyarakat untuk berbondong-bondong menggunakan produk KPR. Diawali dengan banyaknya penawaran kredit murah dengan syarat yang mudah, menyebabkan permintaan meningkat dan akhirnya melebihi kemampuan institusi keuangan. Produk derivatif pun diciptakan untuk mengimbangi tingginya permintaan. Hal ini tidak menjadi masalah ketika debitor masih mampu membayar kreditnya. Namun, ketika permintaan meningkat dan harga naik, maka hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi dari geliat minat masyarakat dalam melakukan investasi di bidang properti. Ketika suku bunga beranjak naik, debitor yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata ini pun mengalami gagal bayar.

Lembaga keuangan yang mengeluarkan produk derivatif untuk melindungi nilai aset investor pun mengalami kebangkrutan. Banyaknya negara yang mempercayakan investasinya di AS menjadikan krisis ini menular dengan cepat.

8 November 2014
Diolah Dari Berbagai Sumber