Entri Populer

Senin, 30 Desember 2013

~ Rehat ~

Betapa banyak kau mengeluh dan berkata tak punya apa-apa,

padahal bumi, langit, dan bintang adalah milikmu

Ladang, bunga segar, bunga yang semerbak,

burung bulbul yang bernyanyi riang.

Air di sekitarmu memancar berdecak,

dan matahari yang di atas kepalamu memandang geram penuh amarah.

Cahaya di kaki dan puncak bukit membangun tanah lapang yang rata

di bukit-bukit dan sebentar lagi rusak.

Dunia ceria kepadamu lalu mengapa kau cemberut,

dan dia tersenyum kenapa kau tidak tersenyum.

Jika kau sedih dengan kemuliaan yang telah lalu,

tak kan lagi penyesalan mengembalikannya

Atau kau murung karena adanya musibah,

tapi tak mungkin kau mencegah datangnya musibah.

Jika telah kau lewati masa mudamu jangan kau katakan,

zaman telah tua sebab zaman tak pernah tua.

-La Tahzan, 'Aidh Al-Qarni-

Minggu, 15 Desember 2013

Sebuah Kisah Cinta

Pada perjalanan awal menuju Gua Tsur di pinggir Makkah sementara para pembunuh bayaran mengikuti mereka, Abu Bakar berjalan dengan cara yang tidak dikenal apa maksudnya. Kadang dia mendahului Sang Nabi, kadang berjalan perlahan di belakangnya, berpindah ke sebelah kirinya lalu berpindah lagi ke sebelah kanannya.

"Apa yang engkau lakukan wahai Abu Bakar?", tanya Sang Nabi. "Engkau tidak biasanya melakukan perbuatan seperti itu?"

Abu Bakar tersenyum malu, meski pada wajahnya tampak ada kekhawatiran yang terlalu. "Aku teringat bahwa musuh akan menghadang, maka aku berjalan di hadapanmu. Aku pun teringat bahwa musuh sedang mengejarmu, aku berjalan di belakangmu. Terkadang, aku berada di sebelah kananmu, terkadang pula aku berada di sebelah kirimu." Abu Bakar menatap Sang Nabi. "Aku merasa engkau tidak aman."

Sang Nabi tahu, itu cinta. Kekhawatiran yang bersumber pada cinta. Cinta seorang sahabat, murid, dan kekasih yang tak ingin kekasihnya terluka. Mereka lalu berjalan terus sementara ancaman para pembunuh bayaran tak berjeda. 

Menaiki Bukit Tsur, sementara kelelahan telah begitu rupa, keduanya tak berhenti. Terus mendaki. Hingga terluka kaki Sang Nabi. Sewaktu keduanya telah sampai di hadapan sebuah gua,  dan Sang Nabi hendak memasukinya, Abu Bakar mengangkat tangannya. "Demi ALLAH, engkau jangan masuk dulu sampai aku masuk terlebih dahulu. Jika di dalamnya ada sesuatu, aku yang akan terkena terlebih dahulu, bukan engkau."

Sang Nabi terdiam lalu Abu Bakar perlahan masuk ke dalam gua. Dinding gua kecil itu berlubang-lubang. Abu Bakar meraih jubahnya, mulai menyobekinya. Gumpalan-gumpalan kain miliknya menyumpal lubang-lubang itu hingga tertutup sepenuhnya. Namun, masih ada dua lubang tersisa. Abu Bakar lalu menginjakkan dua telapak kakinya, menutup dua lubang yang menganga. "Masuklah wahai, Rasulullah."

Masuklah Sang Nabi ke dalam gua. Melepas lelah oleh perjalanan dan beban batin yang menguras ketangguhan. Sang Nabi tertidur sementara kepala sucinya berada di pangkuan Abu Bakar. 

Waktu berlalu dan Abu Bakar masih terjaga. Tak ada kantuk yang ia bolehkan menghampirinya. Hingga sesuatu yang terasa mematuk kakinya menyentak seluruh tubuhnya. Gigi menggigit bibir, mata melebar, badannya sedikit gemetaran. Sebisa mungkin, Abu Bakar tetap berdiam diri. Sekuat tenaga ia tahan sakitnya. Khawatir dia, gerakannya akan membangunkan Sang Nabi.

Maka semua pertahanan Abu Bakar bermuara pada bola matanya. Memanas rasanya lalu menetes air dari kedua sudutnya. Tetesan yang jatuh tepat mengenai wajah Sang Nabi. Kedua mata Sang Nabi terbuka perlahan. "Ada apa, wahai, Abu Bakar?"

Tahu Sang Nabi telah terbangun, Abu Bakar merasa tak perlu untuk menyembunyikan sesuatu. "Demi ayah dan ibuku, aku dipatuk ular, wahai, Rasulullah."

Sang Nabi segera bangkit kemudian memeriksa kaki Abu Bakar. Luka patukan yang kecil tapi menyakitkan. Sang Nabi segera melakukan pertolongan dan melakukan pengobatan semampunya. 

Hari itu sungguh awal yang berat dalam sebuah gua perlindungan yang pekat. Gua yang hanya berupa ceruk yang tak lebar. Ketika berbaring, kaki siapa pun yang ada di dalamnya akan tampak dari luar. "Jika salah seorang yang mengejar kita melihat kakinya, tentu mereka akan dapat melihat kita," bisik Abu Bakar penuh sedih dan kekhawatiran. 

Sang Nabi tersenyum dan menghiburnya. "Wahai Abu Bakar, engkau mengira kita hanya berdua? Sesungguhnya ALLAH adalah yang ketiga."

- Muhammad, Para Pengeja Hujan-


Sabtu, 19 Januari 2013

Asuransi Syariah; Merangkai Kini dan Nanti



Alamiah ketika individu menginginkan yang terbaik untuk dirinya, keluarganya, atau bahkan dalam konteks yang lebih besar lagi, yakni memperbaiki keadaan masyarakat yang berada di sekelilingnya. Setiap manusia pun memiliki mimpi, visi dan misi dalam kehidupan. Diperlukan usaha yang lebih untuk mewujudkan cita dan tujuan yang diinginkan.
Hal yang seringkali manusia sadari adalah, ketika berada di masa balita, ingin sekali rasanya pergi ke Sekolah Dasar bersama anak-anak lainnya. Ketika berada di bangku Sekolah Menengah Pertama, ingin merasakan bagaimana asyiknya bergaul di masa Sekolah Menengah Atas, begitu selanjutnya hingga duduk di bangku kuliah dan mencapai kemapanan dalam karir maupun pekerjaan. Namun, tidak sedikit orang yang telah mencapai usia tertentu ingin kembali pada masa lalu karena banyak hal yang luput dilaksanakan. Bukan sebagai bahan penyesalan, tetapi pandangan ke masa lalu tersebut cenderung dapat dijadikan cermin yang memantulkan pelajaran akan hal-hal yang masih dapat dilakukan setiap pribadi pada masanya kini dan mempersiapkan keadaan terbaik untuk masa depan nanti.

-Siklus Kehidupan Manusia-
Source: Google Images

Memang, tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi pada dirinya di masa mendatang. Satu hal yang patut diingat adalah manusia diwajibkan berusaha untuk memperbaiki keadaan. Seperti yang tercantum dalam ayat suci Al-Qur’an yang sering kita dengar sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah swt. tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Allah tidak hanya melihat hasil namun menilai penting proses yang terlaksana. Seorang Muslim/ah dituntut untuk menyempurnakan kehidupannya dengan aktivitas yang sesuai dengan syariah, baik dalam kegiatan yang berhubungan langsung dengan Allah swt. (hablumminallah), maupun dalam kegiatan yang berhubungan dengan manusia lainnya (hablumminannas). Tujuan hidup manusia bukan terhenti pada kesuksesan di dunia saja, namun bagaimana seorang hamba dapat menyeimbangkan antara tujuan hidup di dunia dengan tujuan indah di akhirat. Salah satu aktivitas yang tidak pernah lepas dalam kehidupan individu ialah kegiatan ekonomi, seperti jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya. Akan terasa hambar ketika semua kegiatan tersebut tanpa diiringi dengan niat mencapai Ridha Allah swt, segala hal dapat dilakukan untuk meraih apa yang diinginkan, tidak peduli apakah hal tersebut sesuai maupun tidak dengan syariah.  
Pada era modern ini, kita patut bersyukur karena Allah swt. telah memberikan kemudahan jalan dalam mengembangkan perekonomian yang sesuai syariah, meskipun dalam waktu yang tidak sebentar dan masih banyak hal yang perlu diperbaiki seiring dengan bervariasinya kebutuhan masyarakat. Salah satu perkembangan yang dapat kita nikmati saat ini ialah pada sektor Asuransi Syariah. Adiwarman A Karim, pengamat Ekonomi Syariah sekaligus founder Konsultan Bisnis Karim menilai, tahun 2013 ini merupakan tahun bagi melejitnya pertumbuhan Asuransi Syariah.[1] Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang memudahkan perusahaan Asuransi Syariah dalam memenuhi modal, yaitu sebesar Rp 50 Miliar, lebih kecil bila dibandingkan dengan kewajiban pemenuhan modal bagi Asuransi Konvensional yang sebesar Rp 100 Miliar (dua kali lipat dari kewajiban pemenuhan modal perusahaan Asuransi Syariah). Dengan peraturan tersebut, ketika sebuah perusahaan asuransi belum memiliki modal yang cukup, diharapkan akan banyak perusahaan yang melakukan konversi dari Asuransi Konvensional menjadi Asuransi Syariah. Tentu pertumbuhan ini bukan hanya disebabkan alasan ketidakcukupan modal untuk menjadi perusahaan Asuransi Konvensional, namun yang menjadi harapan adalah semakin berkembang pula produk-produk Asuransi Syariah seiring tumbuhnya jumlah perusahaan Asuransi Syariah.
Salah satu produk yang dimiliki Asuransi Syariah,  seperti yang terdapat pada PT Allianz Life Indonesia adalah Asuransi Kesehatan Perorangan (SmartHealth Maxi Violet) yang memiliki keunggulan seperti penanggungan biaya akomodasi termasuk ruangan ICU, biaya obat-obatan selama perawatan, biaya tak terduga karena kecelakaan, biaya ambulan, sampai biaya pembedahan.[2] Produk ini menyediakan fasilitas yang menarik bagi masyarakat yang ingin menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak terduga terkait dengan kesehatan.
Ya, setiap manusia diperintahkan untuk berusaha dalam mencapai tujuan hidup. Dalam kaitannya dengan Asuransi Syariah, bukan berarti kehidupan manusia dan segala permasalahannya dijaminkan melalui perusahaan asuransi dengan membayar premi. Namun, keikutsertaan dalam menjadi bagian sebagai pemegang polis Asuransi Syariah mencirikan usaha manusia yang ingin mencapai masa depan dengan persiapan yang lebih matang. Keterbatasan manusia yang tidak mampu mengetahui apa yang terjadi esok disempurnakan oleh pengetahuan Allah swt yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang telah diperbuatnya kini untuk waktu berikutnya nanti [QS. Al Hasyr: 18].
Tidak hanya untuk tujuan pribadi, keikutsertaan dalam Asuransi Syariah juga dapat membantu umat-Nya yang lain secara langsung maupun tidak langsung. Hal utama yang membedakan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional ialah pada Asuransi Syariah terdapat usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong di antara para pemegang polis melalui dana tabarru’ yang sesuai dengan akad syariah. Sedangkan pada Asuransi Konvensional yang terjadi adalah transfer risk, yakni jual beli antara uang premi dengan uang pertanggungan resiko. Uang premi sudah jelas nilainya, sedangkan uang pertanggungan belum jelas nilainya sesuai dengan resiko/musibah yang terjadi. Ketidakjelasan pada Asuransi Konvensional inilah yang belum sesuai dengan syariah karena termasuk dalam kategori gharar.
Dalam kehidupan akan selalu ditemukan pilihan, dan manusia memiliki hak untuk memilih mana yang terbaik untuk dirinya. Telah banyak kita ketahui bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat: 56), oleh karena itu hendaknya setiap tindak tanduk manusia dalam apapun kegiatannya selalu disertai dengan niat beribadah kepada-Nya. Tidak terkecuali dalam kegiatan ekonomi yang seringkali dekat dengan perdebatan halal dan haram. Usaha untuk mencoba melibatkan diri dalam hal yang sesuai dengan syariah akan lebih baik dibandingkan tidak melibatkan diri sama sekali atau bahkan menjebloskan diri pada hal yang sudah jelas larangannya. Asuransi Syariah membuka peluang bagi masyarakat untuk mengusahakan yang terbaik bagi masa depannya dengan upaya yang dilakukan saat ini. Dengan Asuransi Syariah, tidak hanya tujuan pribadi yang dapat terpenuhi, melainkan tujuan dalam memperbaiki keadaan umat juga memungkinkan untuk terjadi dengan pola investasi yang dilakukan para pengelola asuransi.

Niatkan segala sesuatu untuk meraih Ridha-Nya, dan segera libatkan diri kita dalam menanamkan syariah dan mengembangkan kegiatan asuransi, untuk merangkai kehidupan kini dan nanti  ^_^